Home » , , , , » Proposal PKL

Proposal PKL



MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH PETERNAKAN SAPI PERAH DI CV WAHYU AGUNG
DESA SUMOGAWE KECAMATAN GETASAN
KABUPATEN SALATIGA JAWA TENGAH

 

PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANGAN
 



Oleh
BADRU ZAMAN HABIBI
23010113140257








PROGRAM STUDI S-1 PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
JUDUL            :MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH PETERNAKAN SAPI PERAH DI CV WAHYU AGUNG DESA SUMOGAWE KECAMATAN GETASAN  KABUPATEN SALATIGA JAWA TENGAH


 

LATAR BELAKANG
Sapi perah merupakan salah satu komoditas ternak yang menjadi prioritas dalam pembangunan peternakan karena mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil susu. Sapi perah bangsa Fries Holland (FH) merupakan bangsa sapi perah yang memiliki produksi susu paling tinggi diantara bangsa sapi yang lain. Produksi susu yang dihasilkan oleh sapi perah FH di Indonesia berkisar antara 3.000 - 4.000 liter per laktasi. Kemampuan memproduksi susu seekor sapi perah baik kualitas maupun kuantitas sangat dipengaruhi berbagai faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik berpengaruh 30% pada produksi susu sedangkan lingkungan berpengaruh sebesar 70%.
Sejalan dengan upaya peningkatan produksi susu sapi, terdapat salah satu persoalan yang harus diperhatikan yaitu limbah peternakan. Limbah dari usaha peternakan dapat berupa padatan dan cairan. Bentuk padatan terdiri dari feses/kotoran ternak, ternak yang mati, dan isi perut dari hasil pemotongan ternak. Bentuk cairan terdiri dari urine ternak, air sisa pembersihan ternak maupun air dari sisa pencucian alat-alat ternak. Bila dikembalikan ke alam dalam  jumlah besar, limbah ini akan terakumulasi di alam sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem Alam. Melihat kondisi tersebut maka pengelolaan limbah peternakan sangat penting untuk diperhatikan.
Pengelolaan limbah yang kurang baik akan membawa dampak yang serius  pada lingkungan, sebaliknya jika limbah dikelola dengan baik maka akan memberikan nilai tambah. Salah satu bentuk pengelolaan limbah yang mudah dilakukan yaitu dengan diolah menjadi pupuk kompos dan biogas. Upaya pengelolahan limbah tidak mudah dan memerlukan pengetahuan tentang limbah unsur-unsur yang terkandung serta penanganan limbah agar tidak mencemari lingkungan, hal ini mendorong diperlukan adanya Praktek Kerja Lapangan (PKL) untuk menambah pengalaman serta pengetahuan tentang manajemen pengelolaan limbah yang baik.

TUJUAN
Tujuan dari PKL ini adalah untuk mengetahui manajemen pengelolaan limbah pada usaha sapi perah di CV Wahyu Agung Desa Sumogawe Kecamatan Getasan Kabupaten Salatiga Jawa Tengah.

MANFAAT
Manfaat yang diperoleh dari PKL ini adalah mahasiswa dapat mengetahui dan mendapatkan pengalaman tentang manajemen pengelolaan limbah pada usaha sapi perah serta dapat mengevaluasi baik atau tidaknya manajemen pengelolaan limbah yang diterapkan dalam usaha penggemukan sapi perah tersebut.
 

TINJAUAN PUSTAKA

Sapi Perah
            Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari Belanda yaitu di Provinsi North Holland dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625. Sapi FH mempunyai beberapa keunggulan yaitu sifatnya yang jinak, tidak tahan panas tetapi sangat mudah menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan. (Blakely dan Bade, 1994). Ciri-ciri sapi FH yang baik adalah memiliki tubuh luas ke belakang, sistem dan bentuk perambingan baik, puting simetris, dan efisiensi pakan tinggi yang dialihkan menjadi produksi susu (Arum, 2009).
           
            Sapi FH adalah sapi perah yang produksi susunya tertinggi, dibandingkan bangsa-bangsa sapi perah lainya, dengan kadar lemak susu yang rendah rata-rata 3,7%. Produksi susu sapi FH di Amerika serikat rata-rata 7.425 kg/laktasi sedangkan di Indonesia sekitar 3.050 kg/laktasi. Produksi susu yang dihasilkan oleh sapi FH di Indonesia ternyata lebih rendah sekitar 3.000- 4.000 kg/laktasi (Talib, 2006).

Fisiologi Lingkungan
Penampilan produksi ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang paling dominan adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi produktivitas ternak adalah iklim mikro. Ada empat unsur iklim mikro yang mempengaruhi produktivitas ternak yaitu suhu, kelembaban udara, radiasi dan kecepatan angin. (Yani dan Purwanto, 2006)
Suhu udara dan kelembaban harian di Indonesia umumnya tinggi, yaitu berkisar antara 24 – 34oC dan kelembaban 60 - 90%. Hal tersebut akan sangat mempengaruhi tingkat produktivitas sapi FH. Pada suhu dan kelembaban tersebut, proses penguapan dari tubuh sapi FH akan terhambat sehingga mengalami cekaman panas. Pengembangan sapi perah disekitar subtropis sebaiknya dipilih daerah yang mempunyai suhu lingkungan antara 18,3° - 21,1°C dan kelembaban diatas 55%  (Siregar, 1993).
Suhu udara yang sesuai untuk pemeliharaan sapi perah didaerah tropis berkisar antara 18 – 21°C dan di Indonesia lingkungan tersebut terdapat diwilayah dengan ketinggian serendahrendahnya 500 m dpl (Sutardi, 1981). Pertumbuhan dan produktivitas ternak yang hidup didaerah nyaman dapat maksimal serta tidak banyak energi yang dikeluarkan untuk mengatur keseimbangan panas tubuhnya, sedangkan bila diluar daerah nyaman maka ternak memerlukan energi untuk memelihara keseimbangan panas tubuh yang lebih besar sehingga energi yang dihasilkan metabolism pakan tidak mencukupi untuk produksi dan reproduksi (Yousef, 1985). Cekaman iklim tropis juga mempengaruhi mutu produktivitas lainnya seperti pertumbuhan yang lamban, tertundanya umur beranak pertama, memanjangnya interval beranak dan komponennya, dan rendahnya produksi susu (Anggraeni, 2012).
Kelembaban udara adalah perbandingan relatif uap air yang ada dalam udara jenuh pada tekanan dan suhu yang sama. Kelembaban relatif erat hubungannya dengan tingkat penguapan air dari tubuh ternak ke lingkungan (Siregar, 1993). Pada kelembapan yang tinggi proses penguapan dari tubuh sapi FH akan terhambat sehingga mengalami cekaman panas dan dapat menurunkan produktivitas sapi FH. Kelembaban yang nyaman untuk sapi perah adalah sebesar 55% (Yani dan Purwanto, 2006). kelembaban udara relatif lebih tinggi pada udara dekat permukaan pada pagi hari disebabkan karena penambahan uap air hasil evatranspirasi dari permukaan atau pengembunan yang memanfaatkan uap air yang berasal dari udara. Kelembaban relatif erat hubungannya dengan tingkat penguapan air dari tubuh ternak ke lingkungan. (Williamson dan Payne, 1993).

Fisiologi Ternak
Fisiologi ternak sapi perah dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama faktor lingkungan. Perubahan lingkungan berupa perubahan suhu, secara langsung akan membuat ternak melakukan penyesuaian secara fisiologis dan tingkah laku (Yani dan Purwanto, 2006). Cekaman panas dapat mempengaruhi rendahnya konsumsi pakan ternak, secara fisiologis ternak atau sapi PFH yang mengalami cekaman panas akan menurunkan konsumsi pakan dan meningkatkan konsumsi minum (Catur dan Ihsan, 2011). Merinci tentang beberapa upaya pengurangan panas yang dapat dilakukan oleh sapi perah antara lain berteduh, mengurangi konsumsi pakan, memperbanyak minum, peningkatan frekuensi respirasi, meningkatkan produksi saliva dan keringat, serta mengeluarkan urin (Churng, 2002).
Suhu tubuh normal pada sapi PFH berkisar antara 38,2 - 39,1oC       (Schutz et al., 2009).  Kondisi suhu yang nyaman akan membuat ternak terhindar dari cekaman, sehingga produktivitas ternak sapi akan semakin meningkat     (Yani dan Purwanto, 2006). Suhu tubuh sapi yang bervariasi dipengaruhi oleh umur, waktu pengukuran, kondisi lingkungan, aktivitas fisik dan fungsi reproduksi pada sapi (Rosenberger, 1979).
            Denyut jantung sapi FH yang sehat pada daerah nyaman adalah 60  –  70 kali/menit (Yani dan Purwanto, 2006). Frekuensi denyut nadi sapi sehat adalah sebagai berikut, pedet (umur beberapa hari) 116 – 141 kali/menit, pedet (umur 1 bulan) 105 kali/menit, pedet (umur 6 bulan) 96 kali/menit, sapi (muda umur 1 tahun) 91 kali/ menit, sapi dewasa 40 – 60 kali/menit dan sapi (tua) 35–70 kali/menit (Duke, 1995). Denyut nadi dalam keadaan normal merupakan hal yang baik mengingat frekuensi pulsus merupakan mekanisme dari tubuh sapi untuk mengurangi atau melepaskan panas yang diterima dari luar tubuh ternak, frekuensi pulsus merupakan respon dari tubuh ternak untuk menyebarkan panas yang diterima ke dalam organ-organ yang lebih dingin (Sudrajad dan Adiarto, 2011).
            Kisaran normal frekuensi pernafasan pada sapi berkisar antara 23 - 32 kali/menit (Sudrajad dan Adiarto, 2011).  Frekuensi nafas dipengaruhi oleh suhu lingkungan, ukuran tubuh, umur ternak dan aktifitas fisik, kegelisahan, kebuntingan dan kondisi kesehatan ternak (Nainggolan, 2013). Peningkatan frekuensi nafas sangat efisien untuk membuang panas tubuh yang terlalu tinggi. Tingginya frekuensi nafas sangat berkaitan dengan pola makan dan ruminasi yang berakibat pada turunnya efisiensi penampilan produksi (Frandson, 1992).
            Frekuensi urinasi sapi perah dalam 24 jam dapat mengeluarkan urine sebanyak 3 - 19 kali (Robichaud et al., 2011). Selama 24 jam sapi perah dalam masa laktasi dapat mengeluarkan feses hingga 25 kali (Anderson, 1970). Biasanya frekuensi urinasi dan defekasi akan berhenti atau mencapai titik terendah ketika ternak beristirahat dan frekuensinya akan naik ketika diwaktu makan (Embertson et al ., 2009).
Limbah Peternakan Sapi Perah
Limbah peternakan merupakan sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan yang meliputi usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak dan lain sebagainya. Limbah tersebut berupa limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa pakan, kulit telur, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen dan lain sebagainya (Sihombing, 2002).
Semakin berkembangnya usaha peternakan, maka limbah yang dihasilkan akan meningkat pula. Limbah peternakan sapi perah umumnya terdiri feses, urine, air bekas cucian kandang, air bekas mandi sapi, air bekas cucian peralatan kandang, dan limbah sisa pakan (Arum, 2009). Total limbah yang dihasilkan dalam suatu peternakan tergantung dari spesies ternak, besar usaha dan tipe usaha. Setiap hari sapi rata-rata dapat megeluarkan kotoran (feses dan urine) antara 7-8% dari boot badannya. Sapi yang mempunyai bobot badan 450 kg dapat menghasilkan kotoran (feses dan urine) sebanyak 25 kg (Wahyuni, 2013).
Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati, atau isi perut dari pemotongan ternak) (soehadji, 1992). Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap kilogram daging sapi menghasilkan 25 kg feses (Sihombing, 2000). Penggunaan feses sapi untuk media hidupnya cacing tanah, telah diteliti menghasilkan biomassa tertinggi dibandingkan campuran feces yang ditambah bahan organik lain (Farida, 2000).
limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan (Wiguna, 2003). Tujuan dari pengolahan air limbah adalah untuk mengurangi BOD, partikel tercampur, dan membunuh mikro organisme pathogen serta menghilangkan bahan nutrisi komponen beracun yang tidak dapat didegradasi (Sugiharto, 1987). Pupuk organik cair memberikan beberapa keuntungan, misalnya pupuk ini dapat digunakan dengan cara menyiramkannya ke akar ataupun di semprotkan ke tanaman dan menghemat tenaga. Sehingga proses penyiraman dapat menjaga kelembaban tanah (Supardi, 2001).
Gas bio adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi tanpa oksigen (anaerob). Gas bio merupakan sebuah proses produksi gas bio dari material organic dengan bantuan bakteri (Arum, 2009). Manfaat energi gas bio adalah sebagai peganti bahan bakar khususnya minyak tanah dan dipergunakan untuk memasak. Di samping itu, dari proses produksi gas bio akan dihasilkan sludge atau lumpur yang dapat langsung dipergunakan sebagai pupuk organik pada tanaman atau budidaya pertanian (Sihombing, 2000).
Dampak Limbah Peternakan terhadap Lingkungan

Limbah peternakan sering menimbulkan masalah jika tidak dikelola dengan baik. Limbah yang langsung dibuang ke lingkungan tanpa diolah akan menyebabkan polusi udara, air dan tanah. Beberapa gas yang dihasilkan dari limbah ternak antara lain amonia, hidrogen sulfida, CO2 dan CH4. Gas - gas tersebut selain merupakan gas rumah kaca (green house gas) juga menimbulkan bau tidak sedap serta dapat mengganggu kesehatan manusia (Rachmawati, 2000). Kotoran ternak yang tidak diolah dengan baik juga akan meningkatkan potensi penyebaran penyakit baik pada manusia maupun ternak itu sendiri (Zalizar et al., 2013).
Limbah peternakan yang berlebihan akan menyebakan pencemaran pada tanah sehingga menurunkan kualitas tanah. Tumpukan kotoran ternak yang tercecer akan terbawa oleh aliran air hujan sehingga menyebabkan pencemaran air tanah (Suwahyono, 2014). Salah satu akibat dari pencemaran air oleh limbah ternak ruminansia ialah terjadinya proses eutrofikasi yang disebabkan karena peningkatan kadar nitrogen yang berlebihan, kondisi tersebut menyebabkan konsentrasi oksigen dalam air akan menurun dan kehidupan biota air akan terganggu (Mustajid, 2010).           





Pengelolaan Limbah Peternakan
            Pengelolaan limbah peternakan menjadi penting mengingat dampaknya pada lingkungan yang cukup besar. Melalui pengelolaan limbah ternak yang baik, dapat mendukung konsep pembangunan berkelanjutan pada usaha peternakan sapi perah. Pengolahan dan pemanfaatan limbah merupakan inovasi dari pengelolaan limbah peternakan. Pengelolaan limbah dalam sebuah peternakan sangat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya kondisi lingkungan, pengetahuan dan inovasi peternak tentang pengelolaan limbah, pendapatan dan perspektif peternak terhadap keuntungan, serta sikap peternak dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah (Setiawan et al., 2013).
Limbah peternakan yang tidak dikelola dengan benar akan mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Keberhasilan pengelolaan limbah peternakan sangat dipengaruhi oleh teknik penanganan yang dilakukan, meliputi teknik pengumpulan (collections), pengangkutan (transport), pemisahan (separation) dan penyimpanan (storage) atau pembuangan (disposal) (Merkel, 1981). Pengelolaan limbah peternakan akan memberikan dampak positif terhadap lingkungan, selain mengurangi resiko pencemaran, limbah peternakan juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan alternatif sumber energi dan pupuk organik pada tanaman, sehingga akan memberikan nilai ekonomis terhadap usaha peternakan (Marlina et al., 2013).

 


MATERI DAN METODE
Waktu Pelaksanaan
Praktek Kerja Lapangan tentang Manajemen Pengelolaan Limbah dilaksanakan pada tanggal 18 Juli – 7 Agustus 2016 di CV Wahyu Agung Desa Sumogawe Kecamatan Getasan Kabupaten Salatiga Jawa Tengah.
Materi
Materi yang digunakan dalam kegiatan PKL adalah limbah peternakan yang ada di CV Wahyu Agung Desa Sumogawe Kecamatan Getasan Kabupaten Salatiga Jawa Tengah dengan fokus pengamatan pengelolan limbah di peternakan tersebut. Alat – alat yang digunakan adalah Termometer, Hygrometer, stetoskop, dan alat tulis.

Metode
Metode yang digunakan dalam kegiatan PKL adalah melalui partisipasi aktif dengan melakukan kegiatan rutin dan melakukan pencatatan data di CV Wahyu Agung Desa Sumogawe Kecamatan Getasan Kabupaten Salatiga Jawa Tengah. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengamatan langsung di lokasi peternakan dan wawancara langsung dengan pemilik dan karyawan perusahaan dengan panduan koesioner yang. Data Sekunder diperoleh dari catatan perusahaan dan monografi perusahaan. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif serta dibandingkan dengan pustaka, kemudian disusun menjadi sebuah laporan Praktek Kerja Lapangan.
 

JADWAL KEGIATAN


Kegiatan
Juni
Juli
Agustus
September

1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
Persiapan
















Pengambilan Data
















Penyusunan Laporan
















Konsultasi
















Ujian

















 

DAFTAR PUSTAKA
Anderson, B.E. 1970. Temperatur Regulation and Environmental Physiological, in Duke Physiology of Domestic Animal. 8th edition. Cornal University, London.

Anggraeni, A. 2012. Perbaikan genetik sifat produksi susu dan kualitas susu sapi Friesian Holstein melalui seleksi. Wartazoa. 22 (1): 4-11.

Adiarto dan S. Prihadi. 2008. Ilmu Ternak Perah. Laboratorium Ilmu Ternak
Perah dan Industri Persusuan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Arum, S. S. 2009. Pengolahan Limbah Ternak di UPTD Aneka Usaha Ternak Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Sragen. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta. (Tugas Akhir).


Atikah, T. A. 2013. Pertumbuhan dan hasil tanaman Terung Ungu varietas Yumi F1 dengan pemberian berbagai bahan organik dan lama inkubasi pada tanah berpasir. Jurnal Anterior. 12 (2): 6-12.

 Blakely, J. dan H. Bade. 1994. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Catur, A. dan Ihsan, M.N. 2011. Penampilan reproduksi sapi perah Friesian Holstein (FH) pada berbagai paritas dan bulan laktasi di ketinggian tempat yang berbeda. Jurnal Ternak Tropika. 11 (2) : 1-10.

Churng, F. L. 2002. Feeding management and strategies for lactating dairy cows under heat stress. International Training on Strategies for Reducing Heat Stress in Dairy Cattle. Taiwan Livestock Research Institute (TLRI-COA) August 26th – 31th, 2002, Tainan, Taiwan, ROC.

Djaja, W. 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos dari Kotoran Ternak dan Sampah. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Djuarnani, N., Kristian dan B. S. Setiawan. 2000. Cara Cepat Membuat Kompos. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Duke, NH. 1995. The Physiology of Domestic Animal. Comstock Publishing. New York.

Embertson, M.  N.  M., P.  H.  Robinson, J.  G.  Fadel and F.  M.  Mitloehner.  2009. Effects of shade and sprinklers on performance, behavior, physiology,and the environment of heifers.  J.  Dairy Sci.  92 : 506 – 517.

Frandson, R.D.  1992.  Anatomi dan Fisiologi Ternak.  Edisi ke-4.  Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hadisuwito. S. 2007. Membuat Pupuk Kompos Cair. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Marlina, E. T., Y. A. Hidayati, T. A. K. Benito dan W. Juanda. 2013. Analisis Kualitas Kompos dari Sludge Biogas Feses Kerbau. Jurnal Ilmu Ternak. 13 (1): 31-34.

Merkel, J.A. 1981. Managing Livestock Wastes. West Port. Connecticut : AVI Pubilshing Company Inc.

Mustajid, A. 2010. Teknologi Pengolahan Limbah Ternak di UPTD Aneka Usaha Ternak Sragen. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta. (Tugas Akhir Diploma Pertanian).

Nainggolan, Y. D. A. 2013. Studi Eksploratif  Upaya Kesehatan Sapi Potong Peranakan Ongole (PO) oleh Peternak Di Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara Sumatera Utara. Institut Pertanian Bogor. (Skripsi Sarjana Peternakan).

Pranata, A. S. 2007. Pupuk Organik Cair. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Purwanto, B.P., A.B. Santoso dan A. Murfi. 1995. Fisiologi Lingkungan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Rachmawati. 2000. Upaya pengelolaan lingkungan usaha peternakan ayam. Wartazoa. 9 (2): 73–80.

Robichaud, M.V., A.  M.  de Passillé, D.  Pellerin and J.  Rushen.  2011.  When and  where do dairy cows defecate and urinate.  J.  Dairy Sci.  94:4889 – 4896.

Rosenberger G. 1979. Clinical Examination of Cattle. Berlin & Hamburg. Verlag Paul Parley.

Schutz KE, Rogers AR, Cox NR, Tucker CB. 2009. Dairy cows prefer shade that offers greater protection against solar radiation in summer: shade use, behavior, and body temperature. Applied Animal Behavior Science. 1 (16) : 28-34.

Setiawan, B. S. 2010. Membuat Pupuk Kandang Secara Cepat. Penebar Swadaya, Jakarta.

Setiawan, S., T. A. K. Benito dan A. H. Yuli. 2013. Pengelolaan limbah ternak pada kawasan budidaya ternak sapi potong di Kabupaten Majalengka. Jurnal Ilmu Ternak. 13 (1): 24-30.

Sihombing, D. T. H. 2002. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Siregar, S. 1993. Jenis Teknik Pemeliharaan dan Analisis Usaha Sapi Perah. Penebar Swadaya, Jakarta.

Soehadji, 1992. Kebijaksanaan Pemerintah dalam Pengembangan Industri Peternakan dan Penanganan Limbah Petemakan. Makalah Seminar. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta.

Sukamto. H. 2010. Membuat Pupuk Organik Cair. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Supardi, A. 2001.”Aplikasi pupuk Cair hasil Fermentasi Kotoran PadatKambing Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica Junceal). Universitas Muhamadiah Surakrta. (Skripsi Sarjana Peternakan).

Suwahyono, U. 2014. Cara Cepat Buat Kompos dari Limbah. Penebar Swadaya, Jakarta.

Tufaila, M., Yusrina dan S. Alam. 2014. Pengaruh pupuk bokashi kotoran sapi terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah pada ultisol Puosu Jaya Kecamatan Konda, Konawe Selatan. Jurnal Agroteknos. 4 (1): 18-25.

Wahyuni, S. 2013. Panduan Praktis Biogas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Wiguna, J. 2003. Pengaruh Konsentrasi Pupuk Organik Cair Urin Kelinci dan Macam Pengajiran Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Mentimun (Cucumis sativus /L.) Varietas Bella F1. Fakultas Pertanian. Universitas Winaya Mukti, Sumedang. (Skripsi Sarjana Pertanian)

Williamson, G. dan W.J.A. Payne, 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.  

Yani, A dan B.  P.  Purwanto.  2006.  Pengaruh iklim mikro terhadap respons fisiologis sapi Peranakan Fries Holland dan modifikasi lingkungan untuk meningkatkan produktivitasnya. Media Peternakan  29 (1) :35-46.
Yousef, M.K. 1982. Animal Production in the Tropics. Praeger Publish, New York.
Zalizar, L., R. Relawati dan B. Y. Ariadi. 2013. Potensi produksi dan ekonomi biogas serta implikasinya pada kesehatan manusia, ternak dan lingkungan. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 23 (3): 32–40.


LAMPIRAN
Daftar Kuesioner

1.    Kadaan Umum Peternakan

a. Nama peternakan
b. Sejarah peternakan
c. Bentuk usaha
d. Tanggal berdiri
e. Pemilik peternakan
· Nama
· Umur
· Pendidikan
f. Nomor surat izin berdiri

2.    Lokasi peternakan

a. Alamat lokasi
b. Luas area peternakan dan penggunaannya
c. Denah lokasi
d. Lay out peternakan
e. Jarak dari pemukiman penduduk
f. Jarak dari pusat kota
g. Jarak dari pasar hewan
h. Jarak dari sumber pakan
i. Ketinggian tempat
j. Suhu
k. Kelembaban
l. Curah hujan


3.    Struktur Organisasi

a. Nama pemilik dan pengurus lainnya
b. Tugas dari masing-masing jabatan
c. Terdapat konsultan atau tidak
d. Tenaga kerja
· Jumlah
· Jenis kelamin
· Umur
· Pendidikan
· Kriteria pemilihan tenaga kerja
· Asal tenaga kerja
· Gaji tenaga kerja
· Terdapat bonus atu tidak
· Tugas masing-masing pekerja
· Jam kerja

4.    Fasilitas Peternakan

a. Transportasi
b. Komunikasi
c. Bangunan
· Kantor
· Gudang pakan
· Mess
· Tempat menyimpan hijauan dan jerami
· Tempat membuat konsentrat
· Tempat parkir pekerja
· Tempat istirahat pekerja
· Tempat ibadah
· Tempat penimbangan ternak
· Kamar mandi

5.    Pengelolaan Limbah

a.       Populasi ternak
b.      Jenis limbah yang dihasilkan
c.       Produksi limbah (5 ekor sapi selama 3 hari)
·  Feses
·  Urine
d.      Pembersihan dan penanganan limbah
e.       Pengolahan dan pemanfaatan limbah
·  Pembuatan biogas
·  Pembuatan pupuk organik

6.    Pembuatan Biogas
a.       Ukuran/volume digester biogas
b.      Produksi biogas
c.       Pemanfaatan biogas

7.    Pembuatan Pupuk Organik (Kompos)

a.         Ukuran/volume tempat pembuatan kompos
b.         Bahan-bahan yang digunakan
c.         Proses pembuatan kompos
d.        Volume awal kompos
e.         Volume akhir kompos
f.          Pemasaran kompos
g.         Harga kompos

0 comments:

Post a Comment

Information

Jangan Pernah Menyerah Untuk Belajar
Blogger Widgets
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Hijabe Kulo - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger